Senin, 05 Januari 2009

Ensiklopedia Cinta

Malam minggu ini seperti biasa. Tak ada perbedaan kegiatan Inid si cewek imut yang mempunyai rambut seperti film kartun “Dora the Explorer” itu tetap memandang layar notebooknya dengan jari-jarinya yang sudah lama terlatih memencet-mencet tombol keyboard dengan keahliannya mengetik sepuluh jari, dia harusnya bangga karena teman-teman SMK-nya selalu mengeluh apabila harus belajar sepuluh jari. Asal kalian tahu mengetik sepuluh jari itu juga ada gamenya. Asyik menurut Inid, karena dapat membuat para siswa jadi rajin belajar. Tetapi Inid salah duga, mereka malah asyik main game yang lainnya. Huh…emang sulit membangun siswa yang rajin-rajin dan dapat menyaingi Negara lain se-Asia. Bagaimana para pelajar Indonesia bisa maju kalau disuruh belajar mengetik sepuluh jari tanpa pikiran dan tidak mengeluarkan banyak tenaga saja, banyak alasan saja.
Kembali ke ruang yang selalu jadi tempat nongkrong asyik sedunia bagi Inid, apalagi itu buatannya sendiri. Kau pikir kau akan betah tinggal di ruang hasil dekorasi Inid? Oke…kalau kau ingin mencobanya, coba kugambarkan.
Ruang yang sebenarnya sudah lama tidak digunakan itu didekorasi dengan uniknya oleh Inid. Kecil tapi nyaman, itulah yang selalu disenandungkannya bila ada yang bertamu. Maka merekapun balik bersenandung pada Inid “Suguhan untuk tamunya apa dan mana?” Dasar makanan-minuman secuil saja tidak ada yang lupa. Memang temen-temen Inid rada rakus dalam bidang yang menyangkutkan makanan dan minuman. Kalau urusan sekolah? Mungkin, kau sudah dapat menebaknya. Mereka sama sekali tidak suka dan selalu mengatakan sudah kenyang terlebih dulu sebelum mencoba menggeluti pelajaran demi pelajaran. Apalagi memusingkan kepala dengan rumus-rumus fisika, kimia dan matematika, tentu mereka akan angkat tangan. Melihat saja muaknya minta ampun.
Kembali ke dalam ruang hasil dekorasi Inid. Ruang itu di dinding-dindingnya menempel rak-rak yang sebagian besarnya terisi buku-buku mulai dari yang tipis hingga yang paling tebal ada di sana, mulai dari comic sampe novel juga buku-buku pelajaran tertata rapi di sana. Sebagian kecil lainnya berisi pernak-pernik lucu yang kalau dilihat-lihat persis rak-rak di sepanjang toko Fun Girl’s. Toko yang menjual segala macam pernak-pernik milik cewek mulai dari yang paling kecil hingga yang paling besar. Tak ada kursi di ruang itu, hanya ada meja berukuran 1 x 1 meter dengan kaki-kaki mejanya yang pendek. Jadi, kita lebih nyaman duduk dilantai ketimbang duduk dikursi karena meja itu sangatlah pendek. Maka dari itu Inid mempergunakan karpet lembut berwarna biru laut dengan motif ikan-ikan, bisa disebut itu lautnya. Jadi, kenyataan sepupu-sepupu kecil Inid selalu bermain jadi nakhoda-nakhoda. Dengan begitu Inid terpaksa menjatuhkan semua barangnya yang semula ada di atas meja jadi di bawah, selama itu pula Inid harus mengawasi, takut kalau ada yang di rusak oleh adik-adiknya.
Tak hanya itu, boneka-boneka besar pun ikut menghiasi dan empat bantal dengan warna yang berbeda sangat pas untuk dipakai tidur-tiduran sambil baca salah satu comic. Oh yeah…bila kau merasa gerah, tak perlu khawatir. Di pojokan dekat pintu ada kipas angin kecil berwarna biru. Tentunya ada jam dinding yang ikut memeriahkan di antara pigora-pigora yang isinya foto-foto Inid juga poster-poster kesayangan Inid. Hanya saja kau akan kasihan dengan jam dinding berwarna pink cerah itu, jam itu seolah tak pernah dianggap sebagai penambah ruangan. Lihat saja, bahkan Inid sudah lupa. Fakta mengatakan, tiap kali Inid harus makan atau solat Orang Tuanyalah yang malah harus menggedor-gedor pintu untuk mengingatkan Inid bahwa sudah waktunya untuk keluar dari kandangnya. Kadang Inid mengeluh apabila sudah tiba saatnya suara bising itu merusak segala idenya yang muncul di dalam otak. Tapi, sudah tidak bisa dipungkiri. Inid harus mematuhi, apabila tidak wah…bakal akan ada tembakan-tembakan seru.
Tok…tok…tok…
“Dora sayang!!!” Teriak seorang cowok cakep dari seantero sekolahan nyelonong masuk sebelum dipersilahkan oleh pemilik kandang.
“Sayang-sayang. Stress!!” Sungut Inid merasa kencannya dengan tulisannya dimonitor terganggu oleh kedatangan cowok itu.
Wajah cowok itu nongol dari balik pintu dan langsung menjatuhkan diri di dekat Inid yang masih meneruskan kencannya. Cowok itu mengambil salah satu comic kesayangannya, Naruto.
Eits…jangan salah kira. Cowok itu bukan saudara atau apapun dalam sejarah keluarga Inid. Jadi, teman? Jauh dari itu, bukan juga sobat. Tapi, dia cowok Inid. Hah…jangan bengong! Emang kenyataan kok. Siapa bilang Inid JOMBLO MANIA.
Mereka sudah jadian selama dua bulan yang lalu. Yuris, sangat bangga akhirnya bisa jadia sama cewek yang selama ini ditaksirnya karena dianggapnya lebih hebat dari club modeling di sekolah mereka. Yaaah…meskipun jadinya akan seperti saat ini. Kalau Inid__merasa belum bangga sebelum dapat menuliskan inspirasinya sampai sedetail-detailnya di dalam notebook kesayangannya.
Seperti halnya malam minggu ini, di dalam jadwal Inid tidak ada kata nge-date bareng cowoknya layaknya remaja-remaja lainnya dan cowoknya tetap mengabulkan permintaan ceweknya. Yuris? Cowok itu memang rada gila atau sudah benar-benar gila, masih belum bisa dipastikan. Cowok mana betah didua’in ceweknya, apalagi terang-terangan di depan mata kalau ceweknya lebih mencintai notebook dibanding kencan. Tapi, tanggapan Yuris tiap hari masih tetap sama “Nanti, Inid juga akan berubah. Aku tetap menunggunya.”
Inid tak menunjukkan tanda-tanda akan berubah atau setidaknya merubah sedikit kebiasaan buruknya untuk kekasih tercintanya yang rela menemani Inid setiap saat. Bisa dikatakan, dia lebih pantas disebut asisten ketimbang cowok Inid. Ya iyalah, setiap kali dia ke rumah Inid. Belum pernah Inid menyambutnya selayaknya cowoknya. Malah Inid juga pernah lupa kalau cowoknya itu Yuris. Anehnya Yuris masih tetap setia. Kalaupun keluar dengan Inid, itupun Yuris hanya mengantar dan menemani Inid mencari informasi yang sama sekali tidak mau diketahui olehnya. Memang membosankan, tetapi tak apa. Pikir Yuris, sekalian jalan-jalan alias kencan aneh dengan Inid yang lebih pantas disebut mengantarkan saja – lagi-lagi.
Kali ini kau pasti sudah yakin kalau cowok itu memang sudah gila, bahkan kau rasanya ingin cepat-cepat menelepon RSJ untuk memeriksa cowok itu, kalau perlu menginapkannya barang sebulan-dua bulan. Tidak hanya kau! Semua yang mengenal Inid dan mengetahui bahwa Inid sudah punya cowok, mereka dengan asyiknya menceramahi Inid dengan berbagai ancaman cinta, karena telah menelantarkan cowoknya yang kini sudah hampir sepopuler ketua OSIS, malah survey mengatakan banyak yang ingin menjadi ceweknya Yuris. Inid dengan lembut menyela, kejam siapa dengan para politikus? Kalau sudah begitu, yang menceramahi Inid semakin sebal. Mereka hanya kasihan dengan Yuris.
“Dora, ke mana kita akan pergi akhir minggu ini?” Tanya Yuris memandang notebook Inid.
Sudah biasa Yuris dengan jawaban Inid yang pasti belum berubah atau bahkan bisa saja tidak akan berubah.
“Tetap di sini.” Jawab Inid cuek dan kembali mengetik. Sudah di duga Yuris sebelumnya.
Tetapi, Yuris sudah mengerti dengan kebiasaan Inid. Jadi, dia tidak cukup kaget dengan segala sikap yang diambil Inid secara garis besar membosankan bagi para cowok.



Tiga bulan sudah berlalu sejak Inid dan Yuris jadian. Tetapi, di antara mereka belum pernah terjadi jalan-jalan berdua atau sekedar pergi berdua. Yuris sendiri belum pernah mengajak ceweknya ke pertemuan clubnya, padahal temen-temen club Yuris sudah menantikan siapa cewek baru Yuris. Setiap kali menanggapi, Yuris hanya memberi tampang senyum inconnectnya tanpa mau menjawab. Karena dia yakin mana mau Inid di ajak ke clubnya.
Suatu hari di taman sekolah Inid duduk membaca sebuah novel dari penulis yang dia kagumi. Dia sendiri ditemani snake yang sudah hampir habis. Saat itu semua siswa SMK Harapan sedang asyik-asyiknya istirahat. Tetapi, Inid malah menghabiskan waktu dengan membaca. Huh…membosankan sekali! Batin beberapa cewek yang lewat di dekat Inid. Bahkan yang duduk-duduk di taman mungil SMK Harapan hanya memandangi Inid sebelah mata. Beberapa cowok tak sedikit yang sering menganggap Inid cewek paling aneh seantero SMK Harapan. Belum pernah mereka menemukan pemuja buku yang sampai seperti Inid. Lihat saja di sebelah Inid ada beberapa buku pelajaran yang paling menyebalkan untuk dilihat, apalagi nongol menemani Inid di waktu istirahat. Waktu yang seharusnya digunakan untuk cipika-cipiki atau makan di kantin, kebebasan para siswa yang jomblo untuk mencari inceran mereka, kesempatan para siswa yang sudah tidak lagi jomblo untuk menemui sang pujaan hati.
Saat itu tidak bisa disangkal.
“Hello Dora!”
Inid langsung mendongakkan kepalanya sebentar menatap cowok yang sudah beralih duduk di sebelahnya. Yuris, kembali Inid menekuni novelnya. Yuris sedikit saja hanya memandangi ceweknya. Bagaimana bisa aku bisa jadi cowoknya, sangat setia lagi.Padahal masih banyak cewek-cewek lain yang bisa meluangkan waktu mereka untuknya. Tapi, tetap saja aku makin sayang sama cewek satu ini. Belum pernah aku mimpi seperti ini. Inid, cewek ini juga tidak mempunya lengkuk tubuh yang seksi. Wajahnya yang tanpa polesan sedikitpun tidak terlihat cantik. Tapi, bagiku dia seolah permaisuriku. Aku bener-bener enggak ngerti masih ada cewek langka seperti Inid.
“Dora, hentikan membacamu!” Seru Yuris tanpa sedikitpun ada nada memerintah.
Kembali Inid mendongakkan wajahnya dan melihat Yuris duduk tegang di sampingnya. Tetapi, tak sedikitpun Inid curiga. Dia hanya mengatakan kalau baru saja Yuris ulangan kimia dan hasilnya kurang memuaskan. Inid, aku mau ngomong penting sama kamu tau. Janga dicuekin dong!
“Oke, kamu tetap membaca tetapi aku akan menceritakan apa yang aku rasakan akhir-akhir ini…” Yuris berhenti lalu menghembuskan nafas,”kayaknya kamu sudah enggak sayang lagi denganku. Sekarang kamu lebih mementingkan masalah tulis-menulis dan membaca buku-buku. Memang aku sangat bangga, Nid. Tetapi bukan dengan cara seperti ini yang aku mau.” Kata Yuris berhasil mengeluarkan uneg-unegnya.
Sebenarnya Inid hanya mendengarkan dengan sambil lalu. Tetapi, akhirnya dia terpengarah juga lalu memandang Yuris dengan tajam. Setajam pisau yang pernah membuatnya terluka. Belum pernah dia dipandangi ceweknya seperti itu.
“Aku tidak mengerti arah pembicaraanmu. Apa kamu minta putus?” Tanya Inid menggerakkan sorat matanya lebih jauh menusuk Yuris.
Untuk pertama kalinya Inid memandang cowoknya dalam-dalam. Tak heran Yuris langsung terpengarah dengan pandangan dadakan itu. Tidak diduga, dia pikir Inid tetap akan cuek seperti biasanya kalau Yuris mengajaknya ngobrol. Paling tidak menanggapi permbicaraannya tanpa sedikitpun antusias.
“Putus? Aku tidak minta kita putus. Aku hanya___” Setelah berhasil menguasai dirinya, Yuris berhasil menjawab pertanyaan Inid.
“Hanya apa? Jujur saja, aku bisa menanggapinya kok. Aku akui kamu pasti sudah capek seperti ini terus-terusan.” Kata Inid kembali teringat dengan mantan-mantannya minta putus hanya gara-gara masalah Inid menelantarkan mereka.
“Ya kan Ris?” Desak Inid menutup novel yang semula membuatnya penasaran ingin segera menyelesaikannya dalam waktu singkat. Emosi Inid sudah benar-benar tidak bisa ditahan, entah kenapa dia ketakutan kalau kehilangan cowok ini.
Wajah Inid yang semula persis Dora, kini persis geraman kucing Tom yang marah karena dikerjain habis-habisan oleh Jerry, si tikus kecil yang hebat.
“Hanya___Nid, bukannya aku egois. Maafkan aku! Tetapi, aku ingin kamu menuruti satu permintaanku. Kamu mau kan?” Tanya Yuris ragu-ragu di dalam hatinya dia menambahkan. Nid, kamu tahu kan aku sudah menuruti segala permintaanm, tapi tak satupun untukku.
“Kupikir kamu minta putus seperti mereka. Selama ini aku benar-benar sayang dengan Ris. Hanya saja aku tidak tahu bagaimana cara memberikan kasih sayangku. Apalagi kamu tahu sendiri kan, aku masih ingin menggeluti bidangku di samping sebagai seoran pelajar.” Kata Inid panjang lebar, tidak seperti biasanya.
“Makasih, kamu juga punya perasaan yng sama.” Ucap Yuris tulus. Dia kali ini benar-benar tidak tega dengan ceweknya. Wajahnya pun terlihat polos. Feeling Yuris juga mengatakan kalau Inid tidak mau kehilangan dirinya. Yakinkah kau Yuris? Yeah…wajahnya terlihat sangat yakin sekali melebihi apapun.
“Sama-sama. Tapi, mau tidak kamu nemenin aku jalan-jalan sore ini?” Tanya Inid melupakan segala perasaan gundahnya yang hampir melingkupi seluruh ruang hatinya.
“Oke, aku jemput jam lima tepat.” Ucap Yuris meninggalkan Inid karena saat itu bel masuk sudah bunyi.
Inid tersenyum dari kejauhan. Dia sudah bertekad akan membagi waktu luangnya. Dia sudah berjanji akan mengurangi sedikit demi sedikit ke-ego’annya, karena dia sudah sadar kalau selama ini dia sudah egois. Benar kata teman-temannya.



“Mau mencari informasi ke mana?” Tanya Yuris begitu sampai di depan pintu rumah Inid. Dia benar-benar tepat waktu. Malah Inid yang sedikit molor.
Sekarangpun dia sudah tidak lagi membiarkan jam dindingnya tak terawatt. Malah sesering mungkin dia melihat waktu agar bisa belajar tepat waktu seperti Yuris.
“Tidak untuk sekarang dan seterusnya. Aku akan mencari refreshing karena manusia memang butuh refreshing dari pekerjaan yang merupakan hobi mereka sekalipun, mereka harus mencari hal menarik lainnya.” Kata Inid kembali berkoar-koar.
Yuris hanya bisa manggut-manggut setuju. Sebenarnya Yuris melongo sebentar kemudian hatinya girangnya minta ampun. Padahal dia tidak minta untuk seterusnya, hanya sekali saja. Dia tidak bakal bisa melihat perubahan ceweknyanya akan secepat ini. Ah, cewek itu emang susah ditebak perasaannya. Apalagi cewek kayak Inid.
“Oke, thanks my honey.” Ucap Yuris hampir memeluk Inid.
Tetapi, Inid menghindar untuk mengambil tas kecilnya yang ketinggalan di ruang tamu. Sekali itu Yuris mendengus kesal tak berhasli memeluk ceweknya. Tetapi dia sangat senang dengan ceweknya, meskipun tak bisa memeluknya. Yang penting baginya bisa jalan-jalan bareng ceweknya. Itu artinya dia sudah siap mengajak Inid jalan-jalan ke secretariat clubnya.
Baru kali ini Yuris melihat ceweknya memakai pakaian yang dianggapnya cantik untuk tubuh Inid. Terlihat pas, batin Yuris tersenyum. Dia memandang wajah Inid, tetap sama tidak ada yang dilebih-lebihkan. Wajah itu lebih cantik tanpa dinodai dengan berbagai macam bahan-bahan yang mengharuskan cewek-cewek memakainya agar terlihat lebih menarik. Padahal kecantikan itu kan tidak dilihat dari penampilan luar, tapi hatinya. Gini-gini Yuris bisa lho berlagak bijak.
Yuris malah bangga punya cewek yang masih berwajah alami. Malah, tak segan-segan Yuris sering mebangga-banggakan ceweknya yang hebat.
“Dora aku cuman minta satu dari kamu. Tetapi ternyata___” Belum sempat kalimat Yuris terangkai Inid sudah memotongnya dengan kalimat lain.
“Oh ya, aku lupa. Kamu minta apa? Aku akan turuti deh, tapi bukan yang macam-macam lho.” Serentak Inid menekan keningnya dengan keras.
Hah…jadi Inid belum tahu apa-apa. Hampir saja jeep milik Yuris terjungkir balik di jalan raya itu.
Yuris kembali tenang. Dia hanya gemes aja dengan ceweknya yang sedikit lemot untuk menerima informasinya. Emang Inid itu selalu lupa dengan segala hal bila dia sudah merasa senang dengan sesuatu yang membuatnya antusias untuk menjalaninya. Setengah terpaksa Yuris menjelaskan.
“Oh…maaf Ris. Selama ini aku emang egois. Tapi, aku sudah janji mengurangi sedikit-sedikit ke-ego’anku. Tapi, aku sudah menuruti permintaanmu kan?”
“Yup, kamu malah tidak menyadari kalau sebenernya permintaanku itu ngajak kamu jalan-jalan. Uh…jadi gemes tau!”
“Hehehe…tapi, kalau aku lupa dengan janjiku. Ingatkan ya!” Membuat Yuris semakin gemes saja dengan ceweknya itu. Bagaimana tidak?
Inid pun mulai menyadari kalau Yuris terlihat lebih cool dibanding di sekolah saat-saat memakai seragam. Lebih keren! Pikir Inid masih dengan kelogikaannya. Bukan perasaan. Ini nyata dan harus digaris bawahi.



“Cinta itu emang lebih indah kalau berwarna-warni seperti ini, Nid.” Ucap Yuris menanggapi pernyataan Inid bahwa dia merasa keliru dengan dunia senja yang perlahan-lahan bergantikan dengan dunia malam yang lebih indah dari dunia senja, tapi sekaligus malam mematikan.
“Wah…aku jadi punya inspirasi nih.” Ucap Inid melanjutkan.
“Apa inspirasi kamu?” Tanya Yuris penasaran.
“Aku jadi ingin menulis arti dan makna cinta. Setelah itu akan aku jadikan ENSIKLOPEDIA CINTA !” Pandangan mata Inid terarah pada satu bintang yang dianggapnya bisa mengerti apa pikirannya saat ini.
“Apa? Sejak kapan kamu jadi ahli ensiklopedia?”
Terlihat jelas wajah Yuris ketakutan, lebih takut karena Inid akan lebih parah menelantarkan dirinya. Membayangkannya saja sudah sulit, apalagi mengalaminya.
“Sejak kamu ajak ke sini.” Ucap Inid tanpa pura-pura tidak tahu perubahan wajah Yuris yang duduk disebelahnya.
Mereka saat ini duduk dipinggiran jalan raya yang padat lalu lintas.
“Kalau tahu apa yang akan terjadi, aku tadinya tidak akan mengajakmu ke sini.” Gumam Yuris menunduk.
Bayangan bahwa Yuris akan ada di penjara bawah tanah menyergapinya.
“Ris, kamu tahu enggak arti cinta?” Tanya Inid memandang Yuris.
“Aku, ehm bukan hanya aku. Setiap manusia di dunia ini sebenernya tidak akan pernah tahu makna dan arti cinta yang sebenarnya. Mereka hanya menjalaninya dengan cara mereka sendiri-sendiri.” Kata Yuris bijak.
“Makanya, andaikata aku menemukan semua tentang cinta. Aku akan menulisnya sebagai ensiklopedia cinta sepanjang-panjang uraiannya.”
“Jadi, kamu harus menulis terus agar cepat selesai?” Tanya Yuris kembali menyatakan kalah dalam perang cintanya kali ini.
Bagaimana mungkin, baru tadi di sekolah merasa puas dan senang. Malah sekarang kesenangannya telah pudar lagi jadi serpihan-serpihan yang tak tentu.
“Mungkin kalau bisa. Buku itu akan terbit dan namaku akan dikenal oleh banyak orang. Jadilah aku orang hebat.”
Inid menghela nafasnya. Lalu melanjutkan kalimatnya dengan semangat naik 180 derajat celcius.
“Semua remaja, kupikir tidak hanya mereka. Semua orang wajib mengetahuinya, kalau perlu membacanya sampai habis agar cerita cinta mereka bisa berjalan lancar.” Kata Inid menggebu-gebu.
Oh tidak…ceweknya rupanya sudah tidak normal. Aku rasanya sudah tidak sanggup melihat Inid selalu mengetik dan mengetik. Bagaimana kalau nanti tangan Inid yang semula kecil-kecil jadi besar-besar. Kasihan kan!
“Inid, kumohon buang inspirasimu.” Sahut Yuris setelah bisa menghentikan arah pembicaraan Inid yang semakin melantur.
“Hahaha, kamu takut ya? Aku tidak akan menulisnya. Menjalani saja seperti kita sudah tercatat dalam Ensiklopedia cinta.” Kata Inid tersenyum memandang Yuris yang masih saja menyimpan perasaan takut.
“Syukurlah. Kupikir tak seorangpun berani menulis arti cinta atau makna cinta yang sebenarnya, apalagi ensiklopedia cinta dalam pikiranmu. Meskipun aku tidak pernah tahu hal-perihal menulis, tapi aku tahu.”
“Akhir-akhir ini kalimatmu kok jadi bijak-bijak sih?” Tanya Inid memandang Yuris curiga.
“Hehehe…aku membaca beberapa artikelmu di dalam notebook beberapa hari yang lalu waktu kamu tidak ada.” Tampang menyebalkan milik Yuris kembali tersungging.
“Huh…kupikir kamu mau menggeluti juga, kan enak kita bisa sama-sama.” Pikiran Inid kembali melantur ke mana-mana. Kebiasaan yang paling dibenci Yuris, karena dia yang dijadikan umpannya.
“Jangan paksa aku!” Kata Yuris menengahi pikiran-pikiran Inid.
Beginilah rasanya mempunyai cewek yang mencintai tulis-menulis. Tak mengerikan, tetapi menakutkan. Kalau kau yang sama sekali tidak suka tulis-menulis, jangan sampe deh naksir cewek-cewek aliran seperti ini. Kecuali kau benar-benar bisa menjalaninya seperti Yuris yang selalu dijadikan umpan oleh ceweknya.
“Uhm…aku berani bertaruh. Dua abad lagi orang-orang di dunia ini akan benar-benar menulis ensiklopedia cinta.” Sahut Inid mengalihkan arah pembicaraan.
Yuris kembali menghembuskan nafas lega. Untunglah dia tidak jadi ikut keanggotaannya Inid.
“Tapi, kuharap kamu bisa menghadirinya untuk menyanggah terbitnya ensiklopedia cinta. Kan kamu udah belajar banyak berkata-kata bijak.” Kata Inid kembali terinspirasi.
Nih cewek, inspirasinya kenapa enggak habis-habis sih. Keluh Yuris dalam hati, apalagi sekarang sudah tidak masuk akal lagi.
“Oke, aku akan hadir bila Tuhan masih mengijinkan.” Ucap Yuris.
“Tuh kan bijak lagi.” Lagi-lagi Yuris kena getahnya.
“Apa yang akan kamu katakan di sana?” Tanya Inid kembali berseri-seri.
“Aku akan mengatakan yang tahu arti dan makna cinta hanya Tuhan yang mempunyai alam semesta ini.” Jawab Yuris sudah mulai terpengaruh kebiasaan Inid yang suka mengada-ada.
“Good!” Dukung Inid berseri-seri.
“Tapi, aku meragukan umurku.”
Yuris kembali menyanggah ketika ingat bahwa dia hanya dipermainkan Inid. Mana mungkin, tak masuk akal dua abad lagi dia masih bisa bertahan hidup. Sampe umur seabad saja belum tentu dikabulkan Tuhan, apalagi dua abad. Itu sih malah keajaiban Tuhan.



Sejak saat itu Inid tidak lagi egois dengan kegiatannya sendiri. Jadwalnya dari buku harian kini sudah ada yang digantinya, misalnya malam minggu yang biasanya hanya untuk tulis-menulis di dalam notebook kini diganti dengan nge-date dengan Yuris.
Yuris juga sudah mulai menyukai perubahan sikap Inid. Walaupun kadang-kadang Yuris benci apabila kilatan mata Inid mulai menyerangnya. Yuris selalu dijadikan Inid umpannya. Tetapi, Yuris tetap menikmatinya. Karena dia sangat menyayangi gadis itu lebih dari siapapun.
Kini keduanya semakin dikenal dikalangan teman-temannya sebagai pasangan yang paling bertahan. Mereka hanya menjawab dengan “Jalani ensiklopedia cintamu” gitu. Banyak yang tidak mengerti arti peribahasa yang diciptakan Inid dengan bantuan Yuris.

Enggak harus sempurna

Sebuah cinta itu tak melihat dari kesempurnaan.
Sebuah cinta yang rapuh pun dapat terjalin di antara kalian.
Malah, cinta yang sempurna itu kadang hilang di antara kalian.
Cinta itu dlihat dari perasaan sang pencinta itu.
Sekali lagi bukan dari kesempurnaanya

Enggak harus sempurna

Sore itu di sebuah Resto yang cukup sepi. Cewek bernama Helen sendiri ditemani HaPenya yang termasuk standart tinggi, di dalem HaPenya tuh ada radio, 3G, MP3, Kamera, plus Game. Seperti saat itu sepiring kripik kentang dengan lagu Because of you-My Chemical Romance mengalun kenceng di telinga Helen. Toh peduli amet ma sekitar, lagian gak ada yang dengerin kecuali telinga Helen sendiri.
Gaunnya yang super duper feminine en ketat terus merekat ditubuhnya. Memperlihatkan lengkuk tubuhnya yang seksi. Tak jarang cowok-cowok sering menggaet tuh cewek cuman untuk ngelepas nafsu. Sama aja Helen jadi piala bergilir cowok. Eits, jangan mikir yang enggak-enggak dulu. Meski gitu Helen belom pernah ngelakuin hal-hal bodoh yang akan bikin dia sendiri akan ditertawakan cowok-cowok.
So…sebenernya Helen itu baek banget. Cuman orangnya itu emang lebih mentingin penampilan ketimbang masalah soulmate-nya. Dia pun di SMU Seribu Pelangi termasuk cewek nomer satu yang direbutin cowok-cowok. Mulai dari cowok yang cupu, sampe cowok berandalan. Tapi gak ada satupun yang nyantol di hati Helen yang kayak batu itu.
Saat itu Helen baru mutusin cowoknya yang ke dua puluh tiga. Weits…ternyata Helen udah pacaran bolak-balik?!?! Entah kapan cowok terakhir yang diputusin Helen itu cuman sempet ngerasain pacaran selama seminggu lebih dua hari. Itu pun dia belum sempet ngerasain C_P_K-an ma Helen. Tau kan? Enggak hanya mantan cowok terakhir Helen, semua yang pernah pacaran ma Helen juga belum sempet ngerasain karena gak ada yang bertahan lebih dari tiga mingguan en Helen juga sering ngehindar.
Ya iyalah Helen menghindari mereka. Karena Helen sendiri cuman sekedar ngisi waktu doang nerima mereka, sebetulnya Helen belum pernah ngerasain jatoh cinta. Seperti saat ini, sebentar lagi Valentine’s Day. Tapi, dia juga gak pernah kepikiran ngasihin coklat ke cowok. Malah yang ada, dia yang kebanjiran coklat. Tapi, tak satupun yang dia sentuh. Malah dia bagiin balik ke anak-anak jalanan. Hihihi…lucu ya?
Cowok bernama Christian Vernando memasuki resto di tempat Helen dari tadi nongkrong sendiri. Mata Christ langsung menangkap sosok Helen untuk kedua kalinya dia melihat Helen pas dia gak pake seragam sekolah. Pertam waktu gak sengaja ekskul Modelling tabrakan ma ekskul pencinta alam. Entah knapa Christ langsung berjalan mengarah ke meja Helen.
“Helen, sendirian? Boleh gabung jadi satu?” Tanya Christ masih heran melihat cewek dihadapannya. Sosoknya sangat cewek banget. Tubuhnya yang melekat kelihatan banget dari balik gaun yang dipakenya membuatnya jadi melongo gak keruan, dia seolah bisa ngeliat tubuh yang ada dibaliknya. Apa dia gak takut ketemu preman nih? Bisa-bisa…ups, gue kok mikir yang enggak-enggak. Pikir Christ.
Helen cuman nanggepin dengan anggukan. Gak ada tambahan apapun dari mulut Helen. Tatapan mata Helen pun seolah garing ngeliat Christ yang super berandalan di sekolahnya. Seorang pelayan mendatangi mereka.
“Permisi, mau pesan apa Tuan?” Tanya si pelayan membuat Christ mengalihkan pandangannya dari Helen.
“Aku pesan spagethy sama minumnya minuman bersoda rasa jeruk mandarin.” Ucap Christ sedikit buru-buru.
“Aku juga sama.” Kata Helen lalu kembali memandang layar HaPenya.
Christ hanya melongo ngeliat nih cewek. Busyet! Gak di skul gak di sini, tatapannya dingiiin banget. Emang cewek sempurna itu kebanyakan jual mahal ya? Takut kali stoknya entar berkurang kalo maen seenaknya sendiri.
Beberapa menit Helen dan Christ saling diem-dieman. Bikin mendung di luar gak ilang-ilang, masa’ gak ada yang happy sih. Ngomong dong…woiii…seenggak-enggaknya cowok berandalan yang namanya Christ nyolot dong di depan Helen, kan biasanya suka nyolot. Kok sekarang cuman mandangin Helen udah kayak patung jelek yang kebuang.
“Ngapain kamu ke sini?” Tanya Helen akhirnya.
“Eh…aku, aku barusan latihan ngeband di studio musik sebelah.” Jawab Christ kikuknya amit-amit.
“Oh…kirain mau PeDeKaTe ma aku. Aku dah bosen tau, digituin tanpa punya perasaan yang bener-bener cinta ma dia. Terus temen-temen kamu ke mana?” Tanya Helen celingak-celinguk nyari temen-temennya Christ.
“Mereka udah pulang duluan, terus aku ke sini mau nyari makan. Abiz, barusan di sms suruh makan di luar. Jadi aku ke sini aja.” Jawab Christ mulai enggak canggung dengan Helen.
“Oh…!” Singkat, padet, jelas en bikin suasana balik jadi garing.

Di luar dugaan malem itu Helen gak bisa tidur di ranjangnya yang berwarna pink dengan motif hati warna merah. Enggak ada yang maksain dia bangun di tengah malem kayak gini. Memesnya dah bobok, Ebes udah lama gak tinggal serumah lagi ma Helen. Kakaknya – Venti udah dengkur di kamar sebelah. Lima pembantu di rumah udah ngorok dari tadi di kamar mereka masing-masing di belakang.
Aku jadi pengen ketemu Christ lagi kayak di Resto sore tadi. Dia itu nyambung banget ngobrol ma aku, meskipun awal-awalnya garing banget. Tapi, dia bener-bener ngertiin aku. Eh…apa aku mulai naksir dia? Pikir Helen deg-degh kan. Nafasnya mulai enggak teratur. Segera dia mengambil obat mengurangi sesaknya disebelah tempat tidurnya dalem meja.

Pagi itu Helen cepat-cepat berbenah sebelum berangkat ke skul. Rambutnya dibiarkan tergerai jatoh ke bawah dengan lipstick tipis dia oleskan di bibirnya yang cantik. Akhirnya Helen pun makin cantik dengan tambahan make up yang seharusnya enggak boleh untuk dipake di skul. Tapi, sekali itu dia enggak peduli. Jaket pink menutupi seragam putihnya. Rok abu-abunya yang seharusnya sepuluh senti di bawah lutut, malah itu sepuluh di atas lutut.
“Pagi Helen!!!”
“Pagi cewek!”
“Cantik amat!”
“Mau gak jadi cewekku?”
“Minta nomer HaPenya dooong! Kali aja kapan-kapan kita apeli. Ya gak Maan?”
Sapa cowok-cowok saat Helen melewati depan tiap-tiap kelas. Kurang ajar banget sih sapaan mereka! Helen cuman mendengus kesal. Kapan sih mereka berhenti ngegoadiin dia? Saat itu dia melihat Christ mau memasuki kelasnya. Secepat kilat Helen memanggil Christ.
“Christ!!” Sapa Helen agak kerasan dikit. Tapi, gerak-geriknya masih seperti semulu feminine.
“Hai, Helen!” Sapa Christ terkejut dengan kedatangan Helen yang tiba-tiba itu. Ada apa pagi-pagi ke depan kelasku?
“Ka – kamu, entar pulang sekolah mau kan nemenin aku?” Tanya Helen tanpa basa-basi tapi ragu banget.
“Uhm…gimana ya. Ya deh, mangnya mau ke mana sih kok kayaknya___?”
“Makasih, udah ya aku ke kelas dulu.” Belum sempet Christ ngelanjutin kalimatnya yang sempet keputus. Helen udah berjalan cepat kea rah kelasnya.
Sebelumnya Christ belum sempet ngobrol dengan Helen kecuali kemaren di Resto, itupun secara enggak sengaja. Terus pagi ini Helen nyamperin dia, ngajakin dia jalan lagi. bener-bener enggak disangka banget awal pertemuannya dengan Helen bisa bikin dia makin sering ngobrol.

Siang itu sepulang sekolah. Helen duduk di sebelah Christ. Dia sungguh menikmati kebersamaannya dengan Christ. Jeep merah Christ meluncur ke jalanan.
“Emangnya kita mau ke mana sih, Len?” Tanya Christ hampir membelokkakn setir menuju ke rumahnya.
“Ah…terserah kamu deh.” Jawab Helen di luar dugaan Christ.
“Terus kenapa minta di temenin? Bukannya kamu bisa bareng temen-temen kamu?” Tanya Christ hati-hati. Dia masih bingung dengan kenekatan cewek di sampingnya itu.
“Pokoknya terserah kamu, aku cuman mau kamu nemenin aku.” Kata Helen bingung. Kenapa sih Christ gak kayak cowok-cowok laen yang suka ngajakin cewek jalan ke mana gitu kalo udah ada kata ‘terserah kamu mau ke mana.’ Tapi gara-gara itu Helen jadi makin ada feeling ma Christ. Cowok di sampingnya ini pemikirannya beda banget ma cowok-cowok laen.
“Ya udah deh. Gimana kalo kita ke Resto kemaren, makan dulu geto?” Ajak Christ nyengir. Sebenernya Christ mau ngajakin Helen pulang, tapi kayaknya Helen emang bener-bener pengen dia temenin deh.
“Boleh!” Senyum Helen mengembang.
“Wah, penjual ikan bakarnya udah buka?” Tampak Christ ngiler ngeliat penjual ayam bakar plus lalalapan di pinggiran jalan.
Saat itu Helen ngeliat warung kecil dan lesehan itu. Tampaknya lumayan rame. Pikir Helen! Tapi, tempatnya kok kumuh sih. Mana betah dia duduk sambil makan di situ. Apalagi makanannya bisa aja kan ada kumannya. Kok bisa-bisanya sih Christ suka makan dipinggir jalan?
“Kamu kok suka sih makan di tempat kumuh itu?” Tanya Helen hati-hati dan lembut banget nadanya.
“Suka banget. Di situ makanannya enak banget palagi es campurnya seger banget. Aku ma temen-temen biasanya ke sini, sayangnya kalo sore udah tutup. Kamu belom pernah nyoba? Kita ke sini aja yuk!” Ajak Christ mulai meminggirkan jeepnya.
“Tap…pi, aku gak biasa ke sini.” Gumam Helen gak jelas.
“Turun yuk!” Ajak Christ semangat banget.”Akhirnya ada juga cewek yang mau aku ajak ke warung langgananku.” Sebegitu semangatnya Christ. Wajahnya sangat ceria dengan senyumnya yang manis.
Sampai-sampai Helen pun rela duduk gelesotan di tempat kumuh ini dengan wajah sedikit risih juga. Tapi, dia juga bisa ngerti apa yang disukai tuh cowok.

Sepulangnya, Helen mrasa puas. Ternyata tempat yang dipilih Christ itu enggak kalah ma Resto-Resto lainnya. Murah meriah lagi.
“Wah…ternyata tempat yang kamu pilihin itu enak banget ya.” Kata Helen enggak pura-pura lagi.
“Beneran Len?”
Kemudian Helen teringat sebentar lagi hari Valentineii bagaimana kalo dia beli coklat terus dengan special di kasih’in ke Christ. Kan slama ini dia belom pernah ngasih coklat ke cowok. Apalagi Christ yang sekarang ada cowok pertama yang singgah di hatinya. Apa Christ tau ya kalo Helen lagi naksir berat?

Sore itu malem Valentine’s Day. Helen sibuk nyiapin semuanya buat Christ. Enggak ada salahnya cewek dulu yang nyatain cinta ke cowok. Apalagi Christ kayaknya malu ma dia, coz di skul kan Helen termasuk cewek yang disegani cowok-cowok yang masih punya perasaan. Kecuali yang kurang ajar yang suka ngegodain Helen.
Saat itu Helen sedang jalan-jalan di toko yang lengkap ngejual barang-barang untuk Valentine. Para pengunjung udah gak peduli ma sekitarnya, mereka semua sibuk milih-milih yang cocok untuk pasangan mereka. Seperti juga Helen. Baru pertama kali Helen masuk ke dalam toko itu dengan hati sangaat…sangaaat…kalian tau kan gimana rasanya jatoh cinta?
Saat itu Helen ngeliat Christ yang kebetulan juga ada di toko tersebut. Helen segera ngumpet di antara pernak-pernik pink itu. Dia terus memperhatikan Christ. Christ saat itu lagi senyum sendiri seperti dia tadi. Kayaknya dia lagi jatoh cinta kayak dia? Pasti denganku. Pikir Helen PeDe banget. Idih…nih cewek kalo jatoh cinta narsis juga ya, padahal feminine gitu.
Setelah sempet milih sebuah boneka beruang pink yang cukup manis en imut. Christ segera mendatangi kasir dan minta sekalian dibungkus kado supaya gak repot-repot lagi.
Di balik itu. Helen terus memperhatikan gerak-gerik Christ. Wah…senengnya! Pikir Helen lalu segera melanjutkan mencari barang-barang yang pantes dikasih’in Christ.

Pagi itu Helen bener-bener semangat untuk berangkat dari sekolah. Dia masih mikir kalo kado dari Christ itu bener-bener buat dia. Kayaknya orang yang udah jatoh cinta itu bisa senarsis itu. Kayak misalnya Helen, gak capek-capeknya dia terus mengaca.
Jam lima subuh saat itu. Helen udah siap di ruang makan. Dia nunggu salah satu pembantunya yang udah dibangunin pagi-pagi untuk membuat sarapan. Perempuan itu hanya bisa nurutin majikan mudanya yang satu ini sambil geleng-geleng kepala heran. Ada-ada aja yang di minta. Kayak pagi ini, padahal biasanya bangun paling pagi setengah enem. Ini malah jam lima pagi udah siap.
“Bi, buruan! Entar telat nih.” Dengan wajah memelas Helen setengah berteriak duduk dengan gelisah di meja makannya.
“Sebentar Non. Nasi gorengnya bentar lagi juga mateng kok. Ayamnya juga!” Kata perempuan setengah baya itu masih enggak ngerti juga sama majikannya.
Matahari aja belom kelihatan. Masa’ majikannya udah sekolah sih? Guru apa’an sih kok kayak gitu. Pikir si Bibi gak keruan. Tapi, lalu segera masak lagi. Toh, buat apa mikirin majikannya.
“Mbok, kok udah bangun?” Kata si Bibi itu menemui wanita yang lebih tua itu menghampirinya.
“Saya denger Non Helen teriak-teriak. Jadi, saya ke sini aja Nduk! Sini biar mbok bantuin.”
Akhirnya makanan itu jadi dan Helen segera melahapnya dengan semangat ’45.

Siang itu sepulang sekolah. Helen menunggu Christ di jeep milik Christ. Dia berdiri seperti model dan enggak lupa menyandarkan tubuhnya yang terlihat lengkuknya dan bikin setiap cowok yang lewat ngiler untuk bisa mencoleknya. Sampe lima belas menit Christ gak kunjung dateng juga. Akhirnya dengan sedikit kegerahan Helen mengeluarkan kipasnya yang bermotif Barbie. Hih…feminine banget gitu lho!
Christ…sebuah tarikan nafas yang tak kuat dia hembusan dengan terpaksa. Gadis itu yang sudah menanti-nantikan cowok yang bisa membuat hatinya luluh itu egera menangis sejadi-jadinya. Dia bener-bener nggak kuat liat di depan matanya sendiri cowok itu – Christ dan cewek di sebelahnya itu. Beda banget ma kepribadiannya yang feminine banget. Cewek di sebelah Christ itu, wouw…gak terlalu kelihatan kecewekannya. Tapi, tepat dilihat dengan kedua matanya. Mereka…mereka…sedang bermesraan.
Ah, bodohnya aku. Knapa aku harus mencintai yang salah. Christ lebih milih tuh cewek ketimbang aku. Saat itu juga Helen meletakkan kado warna pink di atas jeep milik Christ dan berlari menjauh. Gak kuat lagi melihat mereka lebih lama.
Saat itu dengan pandangan sedikit curiga Christ memandang punggung Helen dari balik jaket pinknya yang terus melekat. Dia mrasakan seperti ada yang salah dalam dirinya.
“Yank, tuh liat ada benda pink di atas jeep kamu!” Dengan tatapan marah, benci sekaligus cemburu. Cewek itu menangkap ada kado istimewa yang ditinggalkan di atas jeep milik Christ. Gila, siapa sih yang brani-braninya naroh tuh barang di atas?
“Mungkin punya orang ketinggalan. Tapi, eh kok ada nama untukku ya?” Dengan tatapan kaget Christ menatap namanya sendiri di sebuah kertas kecil yang ikut bertengger di atas kado itu.

“Helen! Helen! Aku tau kamu gak pulang. Kamu pasti ada disekitar sini!” Teriak Christ di lorong-lorong sekolah.
Christ dapat mrasakan kalo Helen nggak mungkin pulang kalo dia lari ke lorong-lorong ruang laboratorium.
“Helen!!!” Dengan tatapan kosong dan putus asa Christ terus mencari sosok Helen yang tiba-tiba menghilang. Sesuatu yang aneh terjadi? Gadis sepektakuler di sekolah malah naksir dia.
Christ terus berjalan sambil berusaha memasuki ruang-ruang labarotoriom yang sepi, ada pula beberapa berisi murid yang sedang menyelesaikan eksperimennya. Tetapi mereka smua tidak melihat Helen masuk, dengar Helen grusak-grusuk saja enggak.
Christ,
....
Aku ingin kado ini special buat kamu. Aku slalu mrasakan getaran jiwa apabila ada didekatmu dan stiap detik kuingat bayangan wajahmu. Susah untuk menghilangkan rasa ini. Apalah itu? Tapi, kamu pasti tau sendiri. Baru pertama kurasakan sesuatu yang berbeda untuk seorang cowok seperti kamu…

Helen,

Kembali Christ teringat kata-kata Helen yang mengandung bayangan tersendiri bagi cowok beraliran berandal. Christ sangatlah tidak mengerti, knapa cewek seperti Helen bisa naksir dirinya? Sampe mati-matian belain ngasih kado teristimewa buat dia. Sedangkan dia sama sekali tak menaruh apa-apa pada Helen.
Pandangan Christ kali ini seperti rabun. Hampir smua ruangan di lorong itu dia masuki. Kecuali kamar mandi cewek – tentunya. Akhirnya dengan was-was dia mencoba masuk. Tapi, kata hatinya yang laen mengatakan tidak. Mana mungkin hari gini ada cewek sendirian di KM. Bisa-bisa nemu hantu di situ nanti.
Dengan pelan tapi penuh keyakinan. Christ masuk ke dalam gudang yang jauh dari pikirannya. Mana mungkin sih cewek brani masuk ke gudang. Dengan ragu-ragu Christ mencoba membuka pintu yang sudah hampir pudar warna catnya.
Kriiieeeettt…
Cahaya matahari masuk ke dalam. Di sana duduklah seorang gadis dengan tangisan sesenggukannya. Mulut Christ langsung melongo enggak keruan. Hampir aja sebuah nyamuk masuk ke mulutnya apabila dia tidak segera menutup mulutnya.
“Heleen!” Ucapan yang membuat Christ susah menelan ludah.
Perlahan gadis yang dikira hantu itu mengangkat wajah. Helen sendiri kaget. Sejak kapan Christ tau tempat kesayangannya bila ingin pergi jauh dari keramaian dan ingin sendiri itu. Tapi, Christ segera menguasai diri.
“Helen, apa bener apa yang kamu rasain sekarang?” Tanya Christ mencoba melunakkan kalimatnya yang terasa kaku banget.
Helen mengusap air mata dipipinya dengan jaketnya yang kini sudah terlepas dari tubuhnya. Lalu, dengan segera Helen mengangguk kecil.
“Tap…tapi…maaf Helen, aku nggak bisa nerima perasaanmu.” Jawab Christ di luar perkiraan semula.
Helen seperti di di tamper petir beribu-ribu kali. Ceileeh…Dia memandang Christ yang masih berdiri di ambang pintu. Lalu, Helen berdiri dengan cepat. Christ seolah tersentak. Dia mrasakan keadaan yang benar-benar tidak enak. Dia juga menyadari kalimatnya sungguh salah dilontarkan begitu saja di hadapan Helen. Cewek keras kepala dan feminine itu. Bodoh banget gue!
“Apa aku kurang cantiki?” Tanya Helen dengan nada menantang.
Dari pada Christ salah ngomong lagi. Dia lebih memilih diam. Bila dia bilang ya, pasti akan ada pertanyaan lebih berbelit-belit yang muncul dari mulut Helen. Sebaliknya juga gitu. Padahal slama ini Christ tidak suka membuat hati cewek sakit hati.
“Kamu butuh aku bugil dulul?” Tanya Helen kembali dengan nada menantang karna dilihatnya Christ hanya bisa memandangnya dengan tatapan tanpa ekspresi itu.
Christ melotot. Brani-braninya ada cewek didepannya yang menantang akan menelanjangi dirinya. Gila! Tapi mana mungkin tuh cewek ngelakuin. Pasti dia hanya brani ngomong. Jadi Christ memilih diam seperti tadi.
Dengan perlahan tapi pasti. Kedua tangan Helen meraba-raba resletling roknya yang ada di belakang pantatnya. Lalu, dengan pelan membukanya. Rok itu terjatuh ke lantai. Saat itu shiot hitam di balik rok abu-abu itu terlihat ketat nempel di paha Helen yang terlihat makin seksi.
Lalu, satu per satu kancing seragamnya di buka perlahan. Christ melotot melihat Helen brani melakukannya. Nafasnya tertahan, dia tidak ingin hal itu terjadi. Dia enggak mau bikin cewek itu telanjang di depan matanya. Kancing-kancing itu telah terbuka, kini Helen dengan pelan melepasnya dan menjatuhkannya. Kaos dalam cewek yang semula tertutup oleh seragam itu terlihat jelas di depan mata Christ.
Christ terus melongo tak percaya. Seumur-umur belom pernah dia melihat cewek seberani itu. Paling-paling dulu dia pernah liat adik perempuannya masih umur lima tahun telanjang bulat di depannya, apalagi kadang dia yang memandikan tuh adik.
“Cukup sampe sini!” Dengan tatapan nanar Christ segera berlari menghampiri tuh cewek lalu menutupi badan telanjang Helen dengan jaketnya sendiri.
“Pake rok kamu, juga baju kamu!” Perintah Christ bersimbah keringat setelah berhasil bicara tegas.
“Aku belom puas!” Bentak Helen yang lebih tepat hanya sebuah bisikan lemah. Air matanya kembali gak bisa dibendung.
“Jangan lakuin itu!” Perintah Christ terus menunduk sambil memejamkan mata dan memegangi jaketnya di kedua pundak Helen.
Ke dua tangan Helen sama sekali nggak bereaksi memegang jaket itu untuk menutupi badannya sendiri. Dia tetap memandang ke bawah, ke dasar lantai. Seolah dari situ dia bisa mengetahui arti smua ini.
“Aku tau kamu nggak bakal seperti cowok-cowok laen.” Kata Helen berbisik.
“Aku minta sekarang juga kamu pake seragam. Aku tunggu di luar!” Perintah Christ tanpa brani lagi memandangi tubuh Helen yang seksi.
Dengan cepat Christ berjalan keluar meninggalkan jaketnya terjatuh ke lantai. Pintu gudang pun dia tutup dari luar. Di luar Christ terus menunggu cewek itu ganti. Dia sudah bertekat akan mengantarkan cewek itu pulang sesegera mungkin.
Masih terbesit bayangan Helen yang udah brani-brani menelanjangi dirinya sendiri di depannya. Tak dia sangka Helen bakal melakukan smua itu demi dirinya yang sama sekali tak punya perasaaan tertentu pada Helen.
“Sudah!” Terdengar suara Helen dari dalam gudang.

“Helen, percaya deh. Kamu suatu saat pasti dapet cowok yang lebih baek dari aku. Aku tuh gak ada apa-apanya buat kamu.” Kata-kata halus keluar dari mulut Christ saat jeepnya sudah berhenti di depan pagar rumah Helen.
“Tapi, aku sayang ma kamu Christ.”
“Sori, aku gak bisa nerima. Kalo aku nerima kamu, sama aja aku bo’ongin perasaan kamu. Ya kan? Dari pada kamu tambah sakit hati, mending sakit sekarang dari pada nanti.” Kata Christ lebih bijaksana.
“Tapi…”
“Sssttt…ini juga demi kebaikan kamu. Kamu masih boleh kok jalan-jalan bareng aku. Ato kita makan ayam bakar di warung lesehan langganan kita.” Kata Christ tersenyum hangat pada cewek di sampingnya.
“Tapi, kata cowok-cowok aku cewek sempurna.” Kata Helen masih mencoba membuat Christ bertekuk lutut di depannya.”Apalagi kamu udah liat hampir smua yang ada___”
“Helen, aku jelasin ya. Cinta itu enggak dilihat dari kesempurnaannya, tapi lebih dilihat dari perasaannya. Kalo cuma dengan sempurna dan enggak dilihat dari perasaan, cinta itu malah membohongi dirinya sendiri. Ya kan?”
Helen masih belom bisa nerima pendapat Christ yang cuman memandang smua dari perasaan.
“Coba deh, kalo kamu nemuin cowok sempurna dan yang enggak sempurna. Tapi, kamu lebih sayang ma yang enggak sempurna. Terus, cowok satunya bilang kalo dirinya sempurna. Apa yang kamu pilih seharusnya?” Tanya Christ pelan-pelan.
“Pilih cowok yang enggak sempurna, karna dia mampu buat aku seneng.” Jawab Helen diplomatis.
“Itu artinya kamu jujur ma perasaan kamu sendiri.”
“Oke deh! Lupain kejadian tadi.” Kata Helen tersenyum.
Ternyata Christ itu membuatnya mengerti arti cinta. Cinta itu enggak dilihat dari kesempurnaannya, tapi dilihat dari hatinya. Naksir seseorang itu emang asyik. Tapi, juga harus siap nerima resiko bakal patah hati kayak barusan. Dia juga enggak mau lagi egois terhadap dirinya sendiri yang nantinya akan bikin lebih sakit hati. Dia juga enggak mau ngulangin lagi waktu dulu yang suka seenaknya nerima cowok lalu mutusin cowok gitu aja

Tak ada yang tau apa yang pernah terjadi antara Helen dengan Christ yang kini mereka menjadi sepasang sobat yang ke mana-mana suka narsis sendiri.
Kini di sekolah Helen tidak lagi berlebihan untuk membuatnya tampak lebih seksi. Dia malah sekarang mengganti roknya dengan rok yang lebih panjang. Terus dia ke sekolah cukup menggunakan bedak tipis tanpa ada make up lainnya. Smua gaunnya dig anti dengan yang tidak terlalu memperlihatkan lengkuk tubuhnya.
Helen kini mrasakan kalo dia lebih nyaman memake gaun-gaun biasa. Selain enak dipakenya juga sudah gak ada lagi cowok-cowok dipinggir jalan yang suka godain dia.
Lalu, suatu kali Helen malu-malu menganggukkan kepalanya di depan cowok bernama Adit yang malem minggu itu nembak Helen secara tiba-tiba. Cowok itu anak kelas IPA. Dia bener-bener cakep dan pinter dalam bidang Matematika dan Fisika. Sudah beberapa kali ikut lomba-lomba cerdas cermat. Yang bikin Helen makin suka ma cowok itu, karna cowok itu memake lensa mata berwarna biru yang cocok banget ma kulitnya yang persis bule. Sebenernya enggak persis-persis amet sih, cuman emang kulit tuh cowok keturunan kulit putih.

Jangan tatap ke-2 mataku!

Vivi, dia termasuk cewek kece’ di skulnya. Saat ini dia sudah memasuki usia tujuh belas tahun. Satu rahasia yang pernah di katakan Neneknya akan terungkap di saat usianya telah tujuh belas tahun. Dan saat inilah…
Dia sangat manis dengan rambutnya yang slalu di urai ke bawah. Rambutnya panjang dan sedikit bergelombang. Sebuah jepit kecil slalu menemani rambutnya.
Suatu hari, kedua matanya di tatap oleh siswa baru yang kabarnya menyukai Vivi. Tapi, Vivi saat itu juga seperti melihat bayangan bahwa cowok itu satu setengah jam lagi akan terjatuh dari anak tangga. Vivi terus mencoba menghilangkan bayang itu, tapi bayang itu terus-menerus menghantuinya. Sampe, Vivi sendiri melihat bayangan bahwa cowok itu terkapar dengan wajah di penuhi darah.
*
Anak-anak berhamburan keluar kelas begitu mendengar bel istirahat. Saat itu Vivi berjalan paling belakangan. Beberapa saat kemudian…
Hening! Tak ada yang bicara. Tatapan mereka seolah-olah tertuju ke bawah dan mengikuti suara sesuatu yang terjatuh berdebum-debum.
Saat itu Vivi melihat kejadian yang persis dengan yang tadi sempat membayanginya. Dia melihat dari atas dengan mulut ternganga lebar. Cowok itu terkapar dengan wajah dipenuhi darah.
“Luis!” Teriak salah seorang cowok lain dan menghampirinya.
Vivi bagai mematung dengan mulut ternganga. Dia masih tak percaya dengan kejadian yang dengan cepat berlangsung.
Saat itu Vivi bermain sendiri dengan dunianya dalam mimpi. Dia kaget! Dia berusaha berpikir positif bahwa tadi dia hanya kebetulan membayangkan sesuatu yang tak disangka-sangka. Setiap sesuatu yang terbayang, tak mungkin terjadi. Tapi, kenyataannya terbalik!
*
Suatu ketika, seorang cowok pemain basket melihat Vivi sedang nonton di pinggir lapangan. Dia sungguh terkesan dengan Vivi yang dari tadi menyemangatinya. Cowok itu terus menatap Vivi sambil tersenyum.
Saat itu pula, Vivi melihat sebuah bayangan bahwa cowok itu memasukkan bola ke dalam ring dengan baik. Tetapi, tiba-tiba ring itu roboh dan menindih tubuh cowok itu. Cowok itu berteriak kesakitan. Kedua matanya menatap dengan nyalang. Aaarrrrgghhhh…
Bayangan itu hilang. Vivi bagai tak percaya, dia berusaha tidak mempercayai bayangannya. Tetapi, benar. Lima menit kemudian cowok itu telah berhasil memasukkan bola ke dalam ring. Tetapi, tiba-tiba kejadian selanjutnya seperti apa yang dibayangkan Vivi. Oh No!!!
Vivi melihat dengan mata nyalang. Dia tak mengerti. Kenapa setiap bayangnya bisa menjadi kenyataan. Semua siswa berhamburan menolong cowok itu.
*
Vivi menyuruh teman sekelasnya, sekaligus sobatnya itu untuk menatap kedua matanya seperti melihat sesuatu yang membuatnya senang ato kalo perlu seperti melihat cowok yang di sukainya.
Beberapa lama Vivi sama sekali tidak melihat sebuah bayangan menakutkan di dalam kedua matanya. Berarti benar! Itu hanya kebetulan. Sahut Vivi dalam hati!
*
Satu minggu telah berlalu dengan ketenangan dan hari ini Vivi sedang menunggu angkotan menuju rumah sobatnya.
Seorang cowok yang saat itu sedang mengendarai Honda sedang menatapnya sambil tersenyum. Saat itu sedang lampu merah.
Vivi kembali melihat sebuah bayangan menakutkan yang akan terjadi pada diri cowok itu. Kejadian itu terjadi tiga menit lagi. Cowok itu menabrak tiang listrik dan dia terlempar hampir dua meter dan terseret hampir delapan kaki ke depan.
Tiga menit telah berlalu. Lampu hijau menyala. Saat itu pula, kejadian mengerikan terjadi di depan mata Vivi. Tubuh cowok itu benar-benar dipenuhi dengan darah. Seketika itu hening…para pengendara menatap dengan kekagetan dan sebagian lagi ngeri.
*
Dalam kamar tidurnya. Vivi berusaha mencerna setiap kejadian-kejadian yang sempat membayanginya sebelum kejadian-kejadian tersebut benar-benar terjadi.
Saat ini Vivi ingin bertanya pada Neneknya. Tetapi, Neneknya telah lama meninggal sebelum Vivi sempat di beritahu apa sebenarnya rahasia dalam Vivi.
Tetapi, Vivi masih ingat kata-kata terakhir Neneknya kalo dia harus berhati-hati jangan sampe orang lain celaka karnanya.
Kini Vivi ingin bercerita kepada orang lain. Tetapi, kedua orang tuanya tidak ada di dekatnya saat ini karna bisnis ke luar pulau dan dia sekarang tinggal bersama Om Ant.
*
Vivi berada di perpustakaan skul untuk mencari sebuah buku. Saat ada di depan rak buku, dia mrasa bahwa dirinya sedang dilihat oleh seseorang. Dia menoleh ke arah cowok di sampingnya. Cowok itu sedang memandang ke arahnya.
Saat itu kembali terlintas bayangan menakutkan. Cowok itu sedang menyeberangi jalan ketika pulang skul dan dari belokan jalan ada truk yang menuju ke arahnya dengan laju yang cepat. Oh…mungkin ini akan terjadi.
“Hallo…!” Sapa cowok itu dan menggugah Vivi dari bayangan buruknya.
“Hal…hallo…!” Balas Vivi masih belum sadar betul.
“Sedang cari buku ya?” Tanya cowok itu.
Vivi hanya mengangguk. Dia tak bisa berkata apa-apa dan langsung berlari ke luar dari ruangan. Dia berlari menuju kelasnya. Dia masih ingin merenungkan setiap kejadian-kejadian buruk yang slalu menimpa cowok yang memandang ke kedua matanya.
*
Saat pulang skul. Dia melihat cowok itu kembali menatapnya. Vivi tidak sadar dan langsung berjalan lagi dan menyebrangi jalan besar dengan hati-hati.
Tapi, dia tidak jadi menyebrang karna dia ingin menolong cowok itu agar kejadian mengerikan yang menimpa cowok itu tidak terjadi.
“Hai!” Sapa cowok itu sambil berjalan terus.
Vivi sadar, waktu tinggal lima menit lagi.
“Jangan menyebrang! Stop!” Teriak Vivi saat itu juga.
“Knapa?” Tanya cowok itu dan berhenti.
“Pokoknya tunggu lima menit lagi.” Kata Vivi dengan nafas tersengal-sengal karna ketakutan.
“Hah, untuk apa? Aku sudah ditunggu mereka.” Kata cowok itu dan menunjuk segerombolan cowok di seberang jalan.
“Tidak, jangan menyebrang dulu.” Kata Vivi berusaha menarik lengan cowok itu.
“Knapa? Aku sudah tidak punya waktu lagi. Sebentar lagi kami akan ketinggalan.” Tolak cowok itu dengan sedikit sebal.
“Jangan, kumohon. Kurang empat menit lagi!” Sahut Vivi sambil melihat jam tangannya.
“Buat apa? Buang-buang waktu saja!” Kata cowok itu semakin marah.
“Sebentar lagi ada truk lewat dengan kecepatan tinggi.” Jawab Vivi masih berusaha memegang lengan tangan kiri cowok itu.
“Hah! Bagaimana kamu bisa tau?” Tanya cowok itu dengan dengusan sebal.
“Ceritanya panjang.” Jawab Vivi masih memegang erat tangan cowok itu.
“Hei! Cepetan ke sini!” Teriak salah seorang cowok di seberang jalan.
Tiga menit telah berlalu. Cowok itu menatap Vivi dengan perasaan marah, tapi Vivi tak peduli. Yang penting kejadian itu tak kan terjadi. Empat menit telah berlalu.
Tangan cowok itu terlepas dari genggaman Vivi. Vivi terjatuh, kemudian Vivi berusaha berdiri. Akhirnya setelah sampe di pinggir jalan Vivi telah mencekal tangan cowok itu. Saat itu juga sebuah truk dengan kecepatan tinggi melewati mereka berdua.
Saat itu juga Vivi melepaskan tangan cowok itu dan terduduk karna lemas di tembok setinggi lutut. Nafasnya masih tersengal-sengal karna barusan berusaha mencegah cowok itu.
Cowok itu ikut terduduk dengan nafas memburu. Dia sadar dengan apa yang dikatakan cewek di sampingnya. Untungnya cewek itu telah menyelamatkan nyawanya. Kalo tidak, bisa gawat. Kali ini dia tidak lagi marah dengan cewek yang ada di sebelahnya.
“Makasih! Kamu telah menolongku.” Kata cowok itu.
Vivi seketika itu mengangkat wajahnya dan memandang sebentar ke arah cowok itu dan tersenyum tipis.
*
Dua hari telah berlalu dengan tenang. Kini Vivi telah akrab dengan cowok itu, yang ternyata namanya Iwan.
“Ternyata sudah banyak kejadian yang membuatmu mulai sadar rahasia yang kamu miliki.” Kata Iwan suatu hari.
“Yeah, kupikir ini pertama kali dan hanya kebetulan. Tetapi, malah terus-terusan.”
“Kamu sudah banyak menolongku. Bolehkah sekali ini aku menatapmu, aku ingin tau kejadian apa yang akan menimpaku.”
“Jangan! Jangan tatap kedua mataku.” Tolak Vivi saat itu juga.
Iwan hanya tersenyum tipis melihat wajah manis yang ada di sampingnya. Dia sadar, dia telah menyukai cewek di dekatnya lebih dari yang lainnya.
“Aku ingin kedua mataku tidak lagi mencelakai orang lain lagi. Tapi, bagaimana caranya?” Tanya Vivi hampir mengeluarkan air matanya.
Beberapa saat mereka tak saling bicara untuk memikirkan sesuatu yang bisa membuat kedua mata Vivi tak lagi mencelakai orang lain lagi.
“Jangan menangis, coba kamu pake kaca mata.” Jawab Iwan memecah kesunyian.
“Baiklah akan aku coba. Kalo gitu kamu mau mengantarku mampir sebentar ke toko kaca mata?” Ajak Vivi kembali menampakkan senyumnya.
“Oke, mumpung hari belum sore!”
*
Setelah dari gramedia dan membeli kaca mata. Mereka berdua sedang membeli es krim di sebuah restoran kecil.
Vivi mencoba kaca matanya. Dia semakin terlihat cantik dengan kaca matanya. Ujar Iwan dalam hatinya.
“Sekarang coba tatap aku.” Kata Iwan menyuruh.
Vivi mencoba melakukannya. Selama beberapa saat tak terjadi apa-apa. Tapi, ternyata sebuah bayangan mengerikan akan menimpa Iwan.
Leher Iwan akan terjepit di pintu keluar restoran lima menit lagi. Tidak mungkin! Teriak Vivi dalam hati.
“Tidak terjadi apa-apa kan? Yuk kita ke kasir lalu keluar.” Kata Iwan beranjak berdiri.
“Jangan! Dua menit lagi akan ada kejadian mengerikan menimpamu. Maafkan aku!”
“Benarkah?” Tanya Iwan ikut putus asa melihat wajah Vivi cemberut.
Vivi mengangguk lemah dan melepaskan kaca matanya. Dia sekarang benar-benar putus asa. Akhirnya Iwan tidak jadi berdiri dan menunggu slama sekitar dua menit.
*
“Vivi, Om punya titipan dari Nenekmu.” Kata Om pada malam hari saat Vivi sedang belajar di kamar tidurnya.
“Apa Om?” Tanya Vivi berhenti belajar.
Dia melihat sebuah kotak persegi dengan bungkus kado bergambar pita berwarna-warni. Dia membukanya secara perlahan.
Di dalamnya, di atas kapas berwarna pink tersimpan sebuah kalung dengan dihiasi sekumpulan permata indah kecil-kecil di dalam sebuah lingkaran sebesar uang logam. Di sebelahnya ada surat kecil.
“Kata Nenek. Aku di suruhnya memberikannya setelah dua bulan dari hari ultahmu. Om pun belum pernah melihat isinya.”
Vivi mengangguk-angguk campur bingung. Kalung itu sungguh indah. Dia membuka isi surat itu.
Nenek sayang kamu…
Setelah berbagai kejadian kamu alami dengan kedua matamu.
Kini saatnya kuberikan kalung ini. Kalung ini akan mencegah setiap kejadian yang telah ditunjukkan kedua matamu sebelum kejadian itu sendiri terjadi.
Jangan sampai hilang, karena suatu saat akan dapat digunakan oleh anak cucumu sayang.
Peluk-sayang
Nenek
Kalung indah itu di pake oleh Vivi saat itu juga. Ternyata benar kedua matanya slalu membuat orang lain yang menatapnya akan celaka, kecuali dia itu cewek.
*
Keesokan harinya. Vivi kembali bercerita kepada Iwan. Iwan tersenyum tipis dan kembali memberikan jasanya kepada Vivi.
Sudah hampir sepuluh menit mereka berdua saling memandang. Ternyata, tak ada kejadian apa pun. Dalam bayangan Vivi hanya terlihat wajah Iwan yang manis juga semakin cakap.
“Tidak terjadi apa-apa.” Jawab Vivi setelah yakin dengan semuanya saat itu.
“Syukurlah!”
“Aku masih mrasa bersalah dengan smua orang yang mat___!”
“Sssttt…jangan bilang gitu Vi. Yang penting kan sekarang kita udah nemuin solusinya!” Ucap Iwan menenangkan.
*

Selasa, 23 Desember 2008

Q tak mengira

Di bawah matahari sore. Kami,sembilan siswa duduk melingkar dengan seorang Bapak. Bapak yang menjadi guru kami. Angin seolah enggan untuk menari. Karna dia tahu, sebagian dari kami tidak dapat tersenyum dan tak mudah menyusun kembali.

Di antara sembilan siswa itu, ada dua di antaranya yang merasa paling terpukul. Mereka adalah aku dan temanku sekelas juga satu organisasi. Hawa dingin seolah tak kuat mendinginkan kemarahan yang sudah terlanjur muncul di dalam sesaknya hatiku. Aku berharap ini semua akan segera berakhir dan pengkhianat itu akan mengakui apa yang sebenarnya. Ah,itu tak mungkin!

Kami berdua duduk di antara mereka hanya bisa menunduk dengan menahan hati yang masih dongkol karna pengkhianat itu. Pengkhianat yang tak tau malu!

Aku mencoba bersabar. Berdoa smoga ada angin kencang menerpaku seketika ke ujung dunia. Biarlah, untuk sementara ini aku tak mau melihat sekolahku. Aku benar-benar muak. Memangnya dia siapa? Aku tak mengira dia akan mengkhianati kami berdua.

"Duuh" Keluhnya seolah bernafaspun sulitx bagai kau ingin mengangkat gunung. Aku menoleh mendapati wajahnya yang smakin pucat lantaran sang Guru tak berusaha melihat siapa sebenarnya yang perlu disalahkan. Aku pikir tidak ada yang perlu disalahkan,tapi yang perlu diperbaiki. Aku kira dia pemimpin sejati, tapi "cih". Sekarang,aku sudah muak untuk sekedar memujinya.

Meski ini bukan masalah kekasih atau kehilangan wadah berteduh atau kasus lainnya seperti tlah berani memukul teman. Tapi, betapa sakitnya hatiku. Padahal aku adalah orang lama. Haah..Dengan mudahnya dia tlah berhasil membuangku. Ya, aku akui aku di sini tak berarti apa-apa sekarang,tapi setidaknya hormatilah aku.

Kupikir dulu semua terasa mudah dan lancar. Tak kukira hal mirip kasus ini akan seolah menjadi kasus. Padahal bukan! Kami hanya akan mengadakan rencana acara untuk sekolah. Tapi,pengkhianat itu tlah melukai sedikit lututku. Sehingga, kini aku sedikit ternodai. Dan yang mengetahuinya hanya aku,temanku dan pengkhianat itu.

Dulu aku mengira sosoknya adalah pemimpin sejati dan sahabat kami. Tapi, ternyata dia hanya pengkhianat yang tengah hadir di antara kami. Orang-orang yang hanya bisa disalah-salahkan oleh Guru, padahal kami bukan seperti itu. Tapi, apalah daya kami-yang opininya tak slamanya ada ditangan yang benar.

Aku tak menyalahkan Guruku, karna aku yakin benar beliau tak tahu-menahu yang sebenarnya. Kunci terletak di tangan sang pengkhianat, hanya dia yang mampu membukanya. Karna kami hanya terkurung di sini, ini semua hasil dia tlah berhasil mengunci kami. Itu dia lakukan dengan mudah, yakni karna kami masuk sendiri dalam perangkapnya. Mungkin, teman yang mrasa dikhianati juga memiliki pikiran sama denganku.

Ah,dy pemimpin sekaligus pengkhianat bagi kami.

Jumat, 05 Desember 2008

Wanita

Wanita cantik
Melukis kekuatan lewata masalahnya
Tersenyum saat tertekan
Tertawa di saat hati sedang menangis
Memberkati di saat terhina
Mempesona karena memaafkan

Wanita cantik
Mengasihi tanpa pamrih
Bertambah kuat dalam doa dan pengharapan

=>Einid Shandy<=

Senin, 10 November 2008

Sebuah perkenalan

Alow kawan-kawanku?!

Nie blog di buat untuk nampung tulisan-tulisan mulai dari yang gak jelas ampe' yang sejelas-jelasnya. Hehe... Nach, ya kan? Bener kan? Bener gak? Ya iyalah, kan tuch karya-karya tulis menulis sangatlah layak untuk dihormatin.

Hmm...meskipun tulisan-tulisan itu gak ada yang bisa bicara, tapi mereka tetap ada untuk masa depan.

So, ya di sinilah tulisan-tulisan itu ada!!!
Yach...emang sich paling banyak nampung tulisan fiksi. tapi, emang kok itu utamanya.
Hehehe...

Ya dah met menjelajahi blogku yang aneh bin ajaib!!
Huawkawkaw...